Rabu, 05 Mei 2010

hadits mengenai tingkah laku terpuji

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan memahami dan menghayati beberapa hal yang wajib dipatuhi dan wajib dihindari, baik dalam kapasitas sebagai makhluk pribadi maupun sebagai anggota masyarakat tidak bisa terlepas dari pemahaman yang baik terhadap ilmu musthalahul hadits, ilmu bahasa Arab dan ilmu- ilmu lain yang relevan. Makalah ini mencoba menyajikan kajian hadits-hadits Nabi yang digali menurut pandangan para ulama ahli hadits dalam kitab-kitabnya sehingga dapat diperoleh istinbath hukum dan hikmahnya guna dijadikan pedoman bagi kehidupan kita sehari-hari.

B. Tujuan Pembahasan
1. Dapat memahami dan menghayati petunjuk-petunjuk Nabi berkenaan dengan masalah akhlak yang terpuji.
2. Kemampuan memahami dan menghayati beberapa hal yang wajib dipatuhi dan wajib dihindari, baik dalam kapasitas sebagai makhluk pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.

C. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai hadits-hadits tingkah laku terpuji meliputi: orang yang baik akhlaknya, kejujuran membawa pada kebajikan, yang berhak dihormati, dan berbaikan dengan tetangga.

D. Metodologi dan Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode library research dengan sumber beberapa kitab hadits Nabi SAW. Sedangkan untuk sistematika penulisan, makalah ini dibagi ke dalam tiga bab, yaitu bab satu berisi pendahuluan, bab dua berisi pembahasan materi dan bab tiga berupa penutup.

BAB II
HADITS-HADITS MENGENAI TINGKAH LAKU TERPUJI

A. Teks Hadits
1. Orang yang Baik Akhlaknya


2. Kejujuran Membawa pada Kebijakan


3. Orang yang Paling Berhak Dihormati


4. Berbaikan dengan Tetangga





B. Terjemah Hadits
1. Orang yang Baik Akhlaknya
Dari Abu Hurairah ra. dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan riwayat Turmudzi dan lainnya).

2. Kejujuran Membawa pada Kebijakan
Dari Ibnu Mas`ud ra. dari Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan sesengguhnya kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (Muttafaq alaih).

3. Orang yang Paling Berhak Dihormati
Abu Hurairah ra. Berkata: “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW dan berkata: ‘Wahai Rasulullah SAW, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ibumu.’ Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Laki-laki itu kembali bertanya, ‘Siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Keempat kalinya, laki-laki itu bertanya, ‘Siapa lagi?’ Kali ini Rasulullah SAW menjawab, ‘Bapakmu.” (Muttafaq alaih).

4. Berbaikan dengan Tetangga
Dari Ibnu Umar dan Aisyah ra. Berkata, Nabi SAW bersabda, “Jibril masih saja mewasiatkannya kepadaku agar menunaikan hak-hak tetangga, hingga aku menyangka ia (Jibril) akan menjadikannya sebagai salah ahli warisnya.” (Muttafaq alaih).
C. Esensi Hadits
Keempat teks yang dikemukakan di atas ditinjau secara istilah termasuk hadits, sebab secara harfiah hadits berarti perkataan atau percakapan, dan termasuk dalam ta`rif (definisi) hadits secara istilah, yaitu segala apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan ataupun ketetapan dan yang semisal dengannya.
Hal ini terbukti dengan terdapatnya lafal “Rasulullah SAW bersabda” pada teks hadits ke-1, ke-2, dan ke-4. Dan lafal “Rasulullah SAW menjawab, ‘Ibumu”pada teks hadits ke-3.
Sedangkan ditinjau secara dilalah (petunjuk), keempat teks tersebut termasuk hadits secara pasti karena teks-teks tersebut terdapat dalam kitab-kitab hadits, antara lain: kitab Syarah al-Arbain an-Nawawiyah, Mukhtasar Shahih Bukhari, dan Riyadlu as-Salihin. Hal ini diperkuat dengan adanya lafal hadits hasan riwayat Turmudzi, dan muttafaq alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan Hadits Bukhari dan Muslim.

D. Unsur Hadits
1. Sanad
Sanad ialah rantaian penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diilustrasikan, maka rantaian sanad keempat hadits tersebut adalah sebagai berikut:
Pencatat Hadits (Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi) > Penutur 4 > Penutur 3 > Penutur 2 (Tabi'in) > Penutur 1 (Abu Hurairah, Ibnu Mas`Ud, Ibnu Umar, Aisyah) > Rasulullah SAW.




2. Matan
Matan ialah redaksi dari hadits. Dari teks-teks hadits di atas, maka matan hadits bersangkutan adalah sebagai berikut:
a. “Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.”
b. “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan sesengguhnya kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”
c. Rasulullah SAW menjawab, ‘Ibumu.’ Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Laki-laki itu kembali bertanya, ‘Siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Keempat kalinya, laki-laki itu bertanya, ‘Siapa lagi?’ Kali ini Rasulullah SAW menjawab, ‘Bapakmu.”
d. “Jibril masih saja mewasiatkannya kepadaku agar menunaikan hak-hak tetangga, hingga aku menyangka ia (Jibril) akan menjadikannya sebagai salah ahli warisnya.”

3. Rawi
Rawi adalah kebalikan dari sanad. Adapun jika diilustrasikan, maka rantaian rawi dari keempat hadits tersebut adalah sebagai berikut:
Penutur 1 (Abu Hurairah, Ibnu Mas`Ud, Ibnu Umar, Aisyah) > Penutur 2 (Tabi'in) > Penutur 3 > Penutur 4 > Pencatat Hadits (Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi).





E. Istinbath Ahkam wa Hikmah
1. Orang yang Baik Akhlaknya
a. Termasuk sifat-sifat orang muslim adalah dia menyibukkan dirinya dengan perkara-perkara yang mulia serta menjauhkan perkara yang hina dan rendah.
b. Pendidikan bagi diri dan perawatannya dengan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat didalamnya.
c. Menyibukan diri dengan sesuatu yang tidak bermanfaat adalah kesia-siaan dan merupakan pertanda kelemahan iman.
d. Anjuran untuk memanfaatkan waktu dengan sesuatu yang manfaatnya kembali kepada diri sendiri bagi dunia maupun akhirat.
e. Ikut campur terhadap sesuatu yang bukan urusannya dapat mengakibatkan kepada perpecahan dan pertikaian di antara manusia.

2. Kejujuran Membawa pada Kebijakan
a. Jujur dalam niat dan kehendak.
b. Jujur dalam ucapan.
c. Jujur dalam tekad dan memenuhi janji.
          •    •     
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).”

d. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dengan amal batin, sebagaimana dikatakan oleh Mutharrif, “Jika sama antara batin seorang hamba dengan lahiriahnya, maka Allah akan berfirman, ‘Inilah hambaku yang jujur”.
e. Jujur dalam kedudukan agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakal.

3. Orang yang Paling Berhak Dihormati
a. Besarnya hak kedua orang tua, namun didahulukan hak ibu atas bapak. Secara umum, hak kedua orang tua itu sudah dipastikan terus ada, sebagai bentuk terima kasih atas pengorbanan dan pemeliharaan yang diberikan mereka berdua kepada anak. Namun hak ibu lebih kuat dan lebih erat, sebab pengorbanan dan pemeliharaannya terhadap anak lebih banyak dan lebih besar.
b. Kepastian adanya hak kerabat setelah hak kedua orang tua, sesuai dengan susunan kedekatan hubungan mereka. Oleh karena itu, siapa yang lebih dekat maka bagian haknya lebih besar dan lebih kuat. Manusia yang paling besar haknya terhadap laki-laki adalah ibunya dan manusia yang paling besar haknya terhadap perempuan adalah suaminya.

4. Berbaikan dengan Tetangga
a. Wasiat menunaikan hak-hak tetangga
b. Bertetangga yang baik adalah tanda kesempurnaan iman.









F. Problematika Tafhim wa Tatbiq
1. Masalah Keras dan Berlebihan dalam Ibadah
Meninggalkan hal-hal yang dibolehkan karena khawatir akan terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan, tidak termasuk sikap keras dan berlebihan, bahkan sikap itu merupakan tanda ketakwaan dan keimanan yang benar.

2. Masalah Kejujuran
Jujur artinya keselarasan antara yang terucap dengan kenyataannya. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah; secara lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia menyelisihi beliau. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik.
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Iman asasnya adalah kejujuran (kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya). Allah berfirman:
         •                 
“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.”

3. Yang Berhak Dihormati Setelah Ibu
Juga diriwayatkan oleh Bukhari dalam al-Adb al-Mufrad dan Imam Ahmad dalam al-Musnad, juga Ibnu Majah dalam as-Sunan dan Hakim dalam al-Mustadrak dan Shahîh Hâkim. Lafalnya sebagai berikut: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk berbuat baik kepada ibu-ibu kalian, kemudian memerintahkan kalian untuk berbuat baik kepada ibu-ibu kalian, lalu kemudian memerintahkan kalian untuk berbuat baik kepada bapak-bapak kalian, baru kemudian memerintahkan kalian untuk berbuat baik kepada orang yang terdekat lalu yang dekat.”
Dalam riwayat Muslim: “Kemudian yang lebih dekat denganmu lalu yang dekat denganmu.” Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dari Abu Rumnah: Aku bertemu dengan Rasulullah SAW dan saat itu aku mendengar beliau bersabda, “Ibumu dan bapakmu, kemudian saudarimu dan saudaramu, kemudian orang yang terdekat denganmu lalu yang dekat denganmu.” Maksud dekat di sini adalah yang dekat hubungan kekerabatannya dengan orang yang berbuat baik tersebut.
Qadhi Iyadh berkata, “Sebagian ulama ragu-ragu dalam menentukan siapa yang didahulukan antara kakek dan saudara, namun sebagian besar dari mereka berpendapat dengan mendahulukan kakek.”
Ibnu Hajar berkata, “Dengan pendapat ini, ulama syafi’iyah memastikan pendirian mereka. Mereka berkata: “Kakek dulu, baru saudara, kemudian didahulukan orang yang mempunyai nisbat (hubungan) dengan ibu bapak atas orang yang mempunyai nisbat dengan salah satunya saja. Kemudian didahulukan kerabat yang mempunyai hubungan rahim, dan di antara mereka didahulukan para mahram atas orang yang bukan mahram, baru kemudian orang-orang yang mendapatkan ashabah dalam waris-mewaris, kemudian orang yang ada hubungan dengan sebab perkawinan, kemudian orang yang ada hubungan dengan sebab wala`(memerdekakan dari perbudakan) baru kemudian tetangga.”
Ibnu Baththal mengisyaratkan bahwa sesuai susunan ini maka kebaktian tidak bisa dilakukan secara sekaligus. Ini sudah jelas. Ada sebuah riwayat yang menunjukkan mendahulukan ibu secara mutlak dalam kebaktian, yaitu riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Nasa`i dan Hakim dari hadits Aisyah ra, bahwa ia pernah berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Siapa yang paling besar haknya terhadap perempuan? Beliau menjawab, ‘Suaminya.’ Aku bertanya lagi, ‘Kalau terhadap laki-laki?’ Beliau bersabda, ‘Ibunya.’”
Mendahulukan ibu ini juga diperkuat oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dan Abu Daud dari hadits riwayat Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwa ada seorang perempuan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini, dulu perutku sebagai tempatnya, puting susuku sebagai tempat minumnya, pangkuanku sebagai tempat istirahatnya, dan sekarang bapaknya menceraikanku bahkan ingin merampas anak ini dariku.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Kamu lebih berhak dengan anakmu itu selama kamu tidak menikah.”

4. Tingkatan Tetangga dan Batasan Tetangga
Dalam sebuah hadits disebutkan: “tetangga itu ada tiga, yaitu: tetangga yang memiliki satu hak, yaitu orang musyrik, dan baginya hak tetangga, tetangga yang memiliki dua hak, yaitu orang muslim, dan baginya hak tetangga dan hak sesama muslim; dan tetangga yang meiliki tiga hak, tetangga muslim dari kerabat dekat, dan baginya hak tetangga, sesama muslim, dan hubungan keluarga.” (HR. at-Thabraani dari Jabir ra.)
Batasan Tetangga menurut Sayidina Ali ra. berkata, “Siapa yang kamu dengar seruan (panggilan)-nya maka ia adalah tetanggamu.” Juga dikatakan, “Siapa yang shalat subuh bersamamu di masjid maka ia termasuk tetanggamu.” Dan riwayat Aisyah ra. disebutkan: “Batasan tetangga adalah empat puluh buah rumah dari setiap arah.”






BAB III
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa poin di antaranya:
1. Seseorang barulah dapat dikategorikan sebagai seorang muslim yang baik jika dia menyibukkan dirinya dengan perkara-perkara yang mulia serta menjauhkan perkara yang hina dan rendah sebagai bentuk refleksi keimananya.
2. Sifat sidiq (jujur) adalah senjata para nabi dalam menegakan agama Allah SWT disamping sifat amanah, tabligh dan fathanah, dan menjadi kunci sukses bagi kita dalam mengarungi kehidupan.
3. Doa orang tua terutama ibu termasuk doa yang mustajabah, oleh karena itu sudah sepantasnya kita menghormati dan menyayangi keduanya.
4. Islam mengatur hubungan yang harmonis antara manusia dengan tuhannya serta manusia dengan sesama makhluk lain termasuk tetangga bahkan termasuk dalam kesempurnaan iman seorang muslim.[]
















Daftar Pustaka


An-Nawawi, Abu Zakaria Yahya Bin Syaraf. 2000. Syarah al-Arbain an-Nawawiyah Fi al-Hadits as-Sahih. Surabaya: Al-Hidayah.

An-Nawawi, Abu Zakaria Yahya Bin Syaraf. 2003. Riyadlu as-Salihin. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

Az-Zubaidi, Imam Zainuddin Ahmad Bin Abdul Latif. 1994. Mukhtasar Sahih Bukhari al Musamma al-Tajridussarih li Ahkamil Jami as-Sahih. Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyah.

Damanhuri, Al-Ajmi Khalifah al-Huwaij. 2009. Orang Yang Paling Berhak Dihormati. http://www.kaunee.com.

Rahman, Fathur. 2000. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung: Al-Ma`Arif.































HADITS-HADITS NABI
SEPUTAR TINGKAH LAKU TERPUJI

Studi Mengenai Hadits Orang yang Baik Akhlaknya, Kejujuran Membawa pada Kebajikan, Orang yang Berhak Dihormati, dan Berbaikan dengan Tetangga


M A K A L A H
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Hadits dan Pembelajaran



Dosen Pembimbing:
Acep Ruskandar, S.Pd.I, M.Ag



Disusun Oleh:
Nama : Sahlan Permana
NIM : B2007807
Kelas : PAI VIII



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AT-TAQWA
B A N D U N G
2 0 0 9



KATA PENGANTAR


Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan pengurus seluruh alam, atas berkah dan karunia-Nyalah makalah yang berjudul:“Hadits-hadits Nabi Seputar Tingkah Laku Terpuji; Studi Mengenai Hadits Orang yang Baik Akhlaknya, Kejujuran Membawa pada Kebajikan, Orang yang Berhak Dihormati, dan Berbaikan dengan Tetangga,” dapat terselesaikan tepat waktu. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada guru besar umat muslim yaitu Nabi Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga dan sahabat serta pengikut ajarannya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah hadits, dan merupakan pembahasan lanjutan dari materi sebelumnya. Sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur`an, maka kajian mengenai hadits pun menjadi sangat urgen dalam rangka mendapatkan pedoman hidup yang lengkap dengan pemahaman yang benar.
Semoga makalah ini mampu memberikan pengetahuan yang lebih luas khususnya bagi yang telah mengetahuinya dan menjadi wawasan yang sangat berharga bagi yang baru mengetahuinya. Kekurangan di setiap halaman, bab dan kandungan makalah menunjukan kelemahan penyusun yang masih dalam tahap belajar. Semoga bermanfaat.

Cimahi, April 2009

penyusun









DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Tujuan Pembahasan .............................................................. 1
C. Perumusan Masalah .............................................................. 1
D. Metodologi dan Sistematika Penulisan ................................. 1

BAB II
HADITS-HADITS MENGENAI TINGKAH LAKU TERPUJI
A. Teks Hadits ………………..…………………………......... 2
B. Terjemah Hadits ..…...…………………………………...... 3
C. Esensi Hadits ………..……………………………….......... 4
D. Unsur hadits ……………………………………………….. 4
E. Istibath ahkam wa hikmah ………………………………… 6
F. Problematika Tadhim wa Tatbiq ………………………….. 8

BAB III
KESIMPULAN DAN IMPIKASI …........................................ 11

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar